REGIONAL

Satgas Covid-19 RT 2, Terhuyung-huyung namun Menjadi Penentu

Proses ozonisasi secara mandiri oleh warga.

 

SUARA PEMBARUAN, JOKYAKARTA – BERMULA dari satu keluarga di lingkup Rukun Tetangga (RT) 02 Perum Gadjah Mada Asri Donokerto Turi Sleman  yang terpapar virus Covid-19, warga setempat mulai berfikir keras untuk bisa membantu meringankan beban keluarga tersebut sekaligus bergerak seraya mencari pedoman.

Diceritakan langsung oleh Rhuly Hufaidz yang bertindak sebagai Ketua Satgas Covid-19 RT 02, pada Desember tahun lalu (2020), ada warga 6 orang dalam satu keluarga yang positif  terpapar Covid-19 . Ironisnya, keluarga tersebut, sempat berkegiatan dengan di lembaga masjid,  dengan komunitas angklung juga PKK. “Otomatis kontaknya banyak,” ujar Rhuly.

Dari situlah, meski banyak warga yang harus menjalani isolasi mandiri, mereka membentuk grup komunikasi melalui WhatsApp. Timbul keinginan yang kuat dari masing-masing warga untuk saling membantu.

“Tanpa instruksi. Kami bergerak, dan awalnya  tidak bermaksud membuat Satgas. Kami tidak ada pengalaman, tidak ada pedoman dan bertanya-tanya, bagaimana caranya mendampingi keluarga itu,” ucap Rhuly.

Satu hal yang membuat warga bersikeras untuk bergerak. Dari enam orang itu, tiga orang harus masuk shelter, namun ternyata, kondisi salah satunya, atau Ibu, justru drop. Di tempat Shelter pasien Covid-19 itu, cerita Rhuly, pasien harus benar-benar mandiri. Bahkan sebagian besar obat dan makanan harus dikirim dari luar. Selain itu, kondisi psikologis pasien yang jauh dari anak juga memicu penurunan imun tubuh.

Karenanya, warga sepakat agar anak-anak tetap berada di rumah, dengan pengawasan dan bantuan warga.

“Kami tidak tahu bagaimana cara mendamping. Kami hanya bertanya ke Puskesmas, juga didapingi Dukuh dan Carik/Sekdes Donokerto.Kami tidak tahu, apa itu sistem kerja Satgas. Termasuk yang di tingkat desa pun, tidak punya pedoman yang pasti. Tugasnya hanya memyemprot disinfektan. Tetapi yang jelas kami harus jalan, bergerak untuk warga,” katanya.

Baca Juga :  Pengusaha Diminta Bayar THR Tepat Waktu

Bagaimana memenuhi kebutuhan gizinya.

Satu persatu, lambat laun,  pola kerja mulai terbaca dan terkonsep. “Kebetuhan warga kami ini berasal dari latar-belakang yang cukup komplit. Ada psikolog,  gizi dan paramedis. Yang kami tahu kami bekerja sesuai dengan apa yang kami bisa,” tegasnya.

Rhuly Hufaidz yang sehari-harinya berdagang di Kantin Fakultas Hukum UGM ini menyampaikan, menu makanan bergizi disiapkan oleh ahli gizi,  dan ada kelompok yang memasak.

“Kami benar-benar tanpa pengalaman dan terkendala saat harus membuat data kontak tracing. Sebebarnya memang itu tugas Puskesmas, tetapi karena banyaknya, maka kami juga melakukan tugas itu. Kami satukan dalam grup WA, untuk konsultasi dan pendampingan, termasuk berkontak dengan Puskesmas untuk penjadwalan rapid tes antibodi,” terangnya.

Begitu pola kerja mulai terbentuk, lanjutnya, warga sepakat agar komunikasi tentang pasien Covid-19 dibuat satu pintu, untuk menjaga spikologis pasien.

“Terutama yang di shelter. Seandainya ada tempat, kami tidak menyarankan pasien dibawa ke shelter. Dari pengalaman warga kami, justru kami yang mendatangi dokter untuk memintakan obat sekaligus mengirimkan. Tiga anaknya yang positif kami minta dirawat di rumah dalam pengawasan RT 02. Agar tidak merasa sedih dan selalu kami pantau setiap hari,” ucap Rhuly.

Keuangan? Hanya melalui kebersamaan atau dana patungan warga dan PKK, Satgas Covid-19 RT 02 ini bisa melaksanakan kegiatannya. Menurut Rhuly, setiap orang dalam masa isolasi mandiri, membutuhkan Rp 750 ribu sampai Rp 800 ribu untuk makanan, dan obat.

Baca Juga :  Bupati Gowa Harap Penghapusan Honorer Ditunda

“Kami benar-benar mandiri. Apalagi pasien dipandang mampu, sehingga tidak ada bantuan dari pemerintah. Kami sempat tanya desa, ternyata memang tidak ada bantuan, karena pasien dianggap mampu. Oleh Puskesmas pun tidak dilaporlan ke pusat karena dianggap mampu,” papar Rhuly.

Hingga saat ini, setidaknya sudah ada tiga keluarga yang terpapar Covid-19 di wilayah RT 02 tersebut, dan dari pedoman yang diciptakan bersama, dan berjalan bersama-sama, warga tidak takut untuk menyatakan dirinya positif Covid-19, karena segala sesuatunya dilakukan dengan gotong-royong.

Akhirnya, dari pedoman yang dibentuk secara perlahan ini, tim Satgas Covid-19 RT 02 ini,

bersama Yayasan Yakkum menjadi pencerah bagi Satgas-satgas tingkat RT lainnya.

Bahkan tim RT 02 ini pun berkesempatan bergabung dalam acara Forum Pengurangan Risiko Bencana Nasional.

Rhuly melanjutkan, dari forum itu, mereka mendapat ilmu baru tentang ozon yang direkomendasikan LIPI sebagai disinfektan yang aman dalam ruagan. Lantas, RT 02 membentuk tim khusus yang terdiri dari anak-anak muda untuk memodifikasi sistem penyemprotan ozon tersebut.

Tim ozon tersebut berdiri sendiri sekaligus memodifikasi alat penyemprotnya dengan mencari bahan yang mudah ditemukan serta murah.

“Alatnya,  modifikasi dari kipas dari baik yang portabel atau blower bahkan kipas angin. Kita bikin untuk digunakan sendiri dan model. Tetapi juga ada yang memesannya ke kami,” ujarnya.

Lantas, tim inipun mendapatkan Surat Keterangan (SK) resmi dari Ketua RT setempat yang diteruskan ke Balai Desa dan Puskesmas.

“Untuk pemberitahuan jika ada warga yang terkonfirmasi maka bisa kami tindak-lanjuti. Sebenarnya hanya formalitas karena semua kami lakukan secara mandiri termasuk soal pendanaan,” tegas Rhuly. (Fuska Sani Evani)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button