REGIONAL

Pakar Epidemiologi UGM :  Waspada Gelombang Ketiga Covid-19 Akhir Tahun

Yogyakarta, suarapembaruan.news – Pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Riris Andono Ahmad, menyebutkan bahwa gelombang ketiga Covid-19 adalah sebuah keniscayaan dan Indonesia diprediksi akan mengalaminya pada Desember 2021-Januari 2022.

“Kemungkinan adanya gelombang Covid-19 berikutnya adalah sebuah keniscayaan. Tinggal pertanyaanya itu kapan terjadi dan seberapa tinggi ini sangat tergantung dengan situasi yang berkembang di masyarakat,” paparnya Jum’at (22/10/2021).

Menurut Riris,  munculnya gelombang Covid-19 ketiga atau gelombang-gelombang berikutnya sangat tergantung pada kondisi di masyarakat.

Mobilitas, interaksi sosial, dan kepatuhan dalam implementasi 3 M yakni menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker di masyarakat merupakan situasi bisa memicu gelombang Covid-19 ketiga nantinya.

Riris yang menjabat selaku Direktur Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini menyampaikan bahwa virus Covid-19 masih terus ada dan tidak sedikit orang yang tidak memiliki kekebalan. Sementara, pada orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19, kekebalan yang didapat pun akan menurun seiring berjalannya waktu.

Baca Juga :  Atasi Desa Blank Spot, Pemprov Bengkulu Jajaki Kerja Sama dengan APJII

Jadi menurutnya, pandemi tidak hanya terjadi pada satu kali atau gelombang tiga lalu stop, tapi akan terjadi lagi selama virus masih ada dan bersirkulasi secara global.

Bahkan beberapa negara dengan cakupan vaksinasi realtif tinggi seperti Israel, Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, saat ini pun tengah berjuang kembali melawan Covid-19, akibat varian Delta.

Riris menjelaskan saat ada varian Delta dengan tingkat penularan lebih tinggi membutuhkan cakupan imunitas yang lebih tinggi dalam populasi. Misalnya sebelum adanya varian Delta untuk mendapatkan kekebalan kelompok sekitar 70% populasi harus sudah divaksin. Namun sejak adanya varian Delta, maka cakupan vaksinasi ditingkatkan menjadi 80%. Kondisi tersebut dengan anggapan bahwa vaksin yang diberikan memiliki efektvitas 100%.

Ia menjelaskan dengan kondisi itu artinya vaksinasi di Indonesia untuk bisa mencapai 80% mensyaratkan sekitar 230 juta penduduk harus divaksin. Dalam pelaksanannya pun, dilakukan dalam waktu kurang dari 6 bulan agar bisa terwujud kekebalan kelompok.

Baca Juga :  Sektor Wisata Menggeliat, Pemprov Jateng Gencarkan Eling lan Ngelingke

“Ini kan sulit, misalnya sanggup pun kekebalan kelompok hanya bertahan beberapa saat dan akan terus berkurang,” ucapnya.

Oleh sebab itu, kata Riris, kata kuncinya, tetap waspada dan tidak lengah. Meskipun saat ini kondisi membaik, tetapi pandemi belum usai. Sebab risiko penularan masih ada, terlebih saat adanya pelonggaran aktivitas di masyarakat.

“Saat penularan tinggi dilakukan intervensi besar-besaran dengan PPKM. Begitu terkendali aktivitas dilonggarakan karena tidak mungkin terus PPKM karena akan melumpuhkan perekonomian. Namun pelonggaran ini berisiko penularan akan meningkat lagi,” urainya.

Karenanya, masyarakat tetap harus patuh dalam menerapkan protokol kesehatan. Sementara pemerintah diminta untuk memperkuat 3T yakni testing, tracing, dan treatment. (FSE)

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button