Pemda DIY Hentikan Mobile Crane di Wahana Ngopi In The Sky Gunungkidul

Yogyakarta, suarapembaruan.news – Penggunaan mobile crane di Wahana Ngopi In The Sky Teras Kaca, Pantai Nguluran, Kalurahan Girikarto, Kapanewon (Kecamatan) Panggang Gunungkidul, dihentikan oleh Pemerintah Daerah DI Yogyakarta, karena faktor keamanan.
Disampaikan Sekda DIY R. Kadarmanta Baskara Aji, Kamis (6/1/2022) di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, setelah melalui evaluasi terhadap keamanan mobile crane yang digunakan pada wahana tersebut, diputuskan bahwa mobile crane, diperuntukkan untuk mengangkut barang, bukan untuk mengangkut manusia, sehingga keamanannya dipertanyakan.
Meski dianggap kreatif, namun faktor safety menjadi poin utama yang harus dipatuhi.
“Apabila tidak memenuhi persyaratan yang dibuktikan dengan terbitnya izin, maka penyelenggaraan wisata tersebut tidak bisa dilanjutkan,” ucap Sekda.
Aji menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, diketahui mobile crane yang dipergunakan penyelenggara adalah alat yang disewa dari luar kota. Karena itulah, semakin banyak hal yang harus dperhatikan, termasuk asal-usul dan ijin penggunaan/operasionalnya.
“Informasi yang kita terima, penggunaan crane itu belum ada izin, penggunaannya tidak sesuai dengan spesifikasi barang itu tentu ini juga harus ada yang menjamin keselamatannya. Nah itu ya kita hentikan dulu sampai persyaratan-persyaratan terutama sertifikasi keselamatan pengunjung itu terjamin. Keselamatan dan kenyamanan wisatawan harus kita jamin supaya kita tetap bisa dipercaya sebagai penyelenggara destinasi wisata yang nyaman dan aman,” jelas Aji.
Penghentian operasional alat ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin kemanan wisatawan. Menurut Baskara Aji, menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pembinaan pada destinasi wisata. Aji menegaskan tidak ingin menutup kreativitas dan inovasi masyarkat, namun memang harus ada hal-hal wajib dan mendasar yang tidak boleh dilanggar, yakni izin keselamatan, harus sudah dikantongi oleh penyelenggara.
Membahayakan WIsatawan
Senada dengan Sekda DIY, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahadjo mengatakan, wahana ini memang dihentikan karena membahayakan wisatawan. Apalagi menurut Singgih, lokasi wahana yang berada di bibir pantai tentu sangat riskan.
Penggunaan mobile crane yang tidak sebagaimana mestinya menjadi sorotan. Selain itu, posisi di tepi pantai tentu mengakibatkan tingkat korosi yang tinggi akibat angin laut yang membawa kadar garam yang tinggi. Oleh karenanya, CHSE pada pelaku wisata ini sangat penting untuk dikantongi lebih dahulu.
“Selain itu, SDM yang mengoperasionalkan harus bersertifikat juga punya lisensi khusus, dan ini semua harus dipenuhi kalau tidak ya sebaiknya dihentikan, karena kalau terjadi kecelakaan akan menimbulkan multiplayer effect yang luar biasa. Tidak hanya di tempat itu, tapi mungkin di tempat yang lain dampaknya, bahkan seluruh DIY,” kata Singgih.
Singgih mengatakan, penyelenggara pariwisata tidak bisa hanya mengejar target pengunjung dan omzet saja, namun yang utama tetap adalah keamanan wisatawan. Singgih menegaskan, jangan sampai penyelenggara mengejar sensasi dan inovasi tapi mengesampingkan keamanan. Keamanan dan keselamatan tidak boleh dinomorduakan. Saat ini pun menurut Singgih, timnya sedang melakukan tinjauan langsung kembali untuk melihat lebih detail terkait semua aspek. Pun dengan persyaratan-persyaratan usaha yang harus dipenuhi dan juga standarisasinya.
Ditambahkan Kepala Disnakertrans DIY, Aria Nugrahadi, penggunaan mobile crane yang dimodifikasi menjadi wahana wisata, tidak sesuai peruntukannya dan tanpa melalui proses regulasi.
Pihaknya telah menyampaikan surat nota pemeriksaan kepada pengelola Teras Kaca untuk penghentian operasionalisasi alat tersebut.
“Kami menerima informasi penggunaan alat angkat barang tersebut pada hari Minggu (02/01), dan segera menindaklanjuti untuk melakukan pemeriksaan di lokasi pada hari Senin (03/01). Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pegawai pengawas spesialis alat angkat dan angkut ini ditemukan bahwa alat angkat barang tersebut dipergunakan untuk mengangkut orang dan tidak sesuai ketentuan Permenaker No. 8 Tahun 2020,” jelas Aria. (SPnews/FSE)