FGD Magister Psikologi UAD Telurkan Penanganan Kejahatan Remaja

Yogyakarta, suarapembaruan.news – Jenis kenakalan remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk di dalamnya kejahatan dengan kekerasan hingga melukai orang lain di jalanan tanpa ada motif yang jelas terus merenggut korban.
Dari fenomena tersebut, Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sebagai bagian dari Tridharma Perguruan Tinggi bersama Komunitas Psycho Education Centre (PEC) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Mencari Formula Mengatasi Problematika Kenakalan Remaja. Kegiatan ini diselenggarakan di Kampus 2B UAD Jalan Pramuka, Umbulharjo, Yogyakarta pada Rabu (2/3/2022).
Kegiatan FGD dibuka Dekan Fakultas Psikologi UAD Dra Elli Nur Hayati M.PH, PhD, Psikolog dan Ketua Program Studi Magister Psikologi UAD, Dr Nina Zulida Situmorang M.Si.
Dikatakan Nina Zulida, tujuan FGD ini dapat menghasilkan sebuah formula, rekomendasi yang nantinya dapat diterapkan dalam pencegahan dan penanganan fenomena kenakalan remaja. Tujuan lainnya adalah untuk menjalin kerjasama dan bersinergi dengan instansi pemerintah dan swasta dalam mengatasi kenakalan anak remaja. melalui Program Pengabdian Masyarakat dan Penelitian yang akan melibatkan Mahasiswa dan Dosen.
Dihadiri stakeholder pengambil keputusan dari berbagai instansi pemerintah dan swasta seperti Polda DIY, Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja (BPRSR) Yogyakarta, KPAI Kota Yogyakarta, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Pemda DIY, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Asosiasi Psikologi Forensik Pusat, Dinas Pendidikan Kota Yogya, Sleman, dan Bantul, Dinas P3A, PA dan KB Pemkot Yogya, Dinas P3A, PA dan KB Pemkab Sleman dan masih instansi terkait lainnya, berjumlah 30 peserta, dibuka oleh Kasubdit Bhabinkamtibmas Dit Binmas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu AKBP Sinungwati SH. M.IP, sebagai pemantik.
Dalam paparannya, disampaikan bahwa pada tahun 2017 kejadian kejahatan remaja di wilayah hukum Polda DIY sebanyak 51 kasus. Dengan usia 14 tahun hingga 18 tahun.
Hasil diskusi FGD terungkap bahwa ada sejumlah faktor yang muncul dalam kejahatan jalanan remaja yaitu Faktor Keluarga, Faktor Sekolah, dan Faktor Lingkungan Masyarakat dan Media Sosial.
Faktor Keluarga meliputi pola asuh orang tua, saudara terdekat, dan orang sekitarnya yang kurang memberikan perhatian, kurangnya figure ayah dalam keluarga. Minimnya pengawasan anak ketika berada di luar rumah dan di luar sekolah terutama pada malam hari.
Faktor Sekolah yaitu adanya doktrin oleh alumni atau senior di sekolah terhadap siswa di bawah angkatannya. Alumni atau senior memberikan support terhadap yunior untuk berperilaku negatif seperti membolos dan minum-minuman keras.
Faktor Lingkungan Masyarakat yaitu labelisasi yang muncul di tengah masyarakat terhadap anak yang sudah melakukan rehabilitasi sehingga membuat anak tidak merasa nyaman dan merasa dikucilkan di tengah masyarakat. Ada pula karena anak salah dalam memilih teman pergaulan.
Faktor Media Sosial yakni menjadi sumber informasi mendukung munculnya perilaku negative/agresif untuk menunjukkan eksistensi mereka melalui media social. .
Saat keluarga tidak mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak, maka anak mencari eksistensi di luar rumah dan di luar sekolah. Di tambah lagi, minimnya sarana umum untuk olah raga dan ketidakaktifan organisasi kepemudaan, membuat remaja menjadi mengaktualisasikan energinya ke hal-hal yang negative yang kemudian menjadi ajang promosi/kekuatan mereka untuk dapat disebarkan dalam media social.
Dari berbagai faktor tersebut kemudian muncul rekomendasi atau solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi problematikan kejahatan remaja yaitu pendekatan adaptasi model pentaholix atau kolaboratif yang melibatkan berbagai instansi dan stake holder yaitu Keluarga, Masyarakat, Sekolah/Akademisi, Pemerintah dan Media.
Partisipasi atau keterlibatan lima unsur tersebut disesuaikan dengan tugasnya.
Pendekatan Keluarga, menciptakan ruang penyaluran minat dan bakat bagi anak remaja, orang tua dan keluarga terdekat lainya, memberikan perhatian kepada anak-anaknya dan mengawasi pergaulan anak-anaknya terutama pada malam hari.
Sekolah/ Akademisi, memberikan pemahaman pentingnya usaha preventif dengan memberikan wadah pembinaan olahraga, seni, organisasi, kegiatan keagamaan (sesuai dengan agama yang dianut para siswa) seperti mengaji, membaca al-quran,, terlibat dalam kegiatan UKS, perpustakaan, dan lain sebagainya. Siswa diberikan tanggung jawab untuk menangani tanggung jawab menjaga kebersihan sekolah.
Siswa juga dikenalkan dengan karakter budaya seperti gamelan, hadroh, macapat, tari dan lain sebagainya. Tak kalah pentingnya, pihak sekolah menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman bagi seluruh siswa. Perguruan tinggi juga memiliki peran penting memberikan edukasi kepada para siswa melalui berbagai kegiatan, baik di sekolah maupun kegiatan di luar jam pelajaran.
Partisipasi Masyarakat, ikut mengawasi anak remaja yang ada di lingkungannya. Terutama ketika memasuki malam hari di atas Pukul 20.00 WIB – 04.00 WIB.
Masyarakat tidak memberikan labelisasi negatif terhadap anak yang sudah pernah melakukan rehabilitasi atau anak yang pernah melakukan tidak kriminal. Hal ini penting agar psikologis anak tidak merasa dikucilkan di tengah masyarakat. Lembaga swasta atau elemen masyarakat juga dapat memberikan edukasi kepada anak-anak tentang pentingnya menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungannya serta menjaga suasana lingkungan selalu kondusif.
Memberikan motivasi kepada anak remaja bagaimana cara mengekplorasi bakat dan minat diri agar masa depannya gemilang dapat mewujudkan cita-citanya.
Sedang Pemerintah, memberikan ruang aktualisasi diri bagi anak remaja di tempat-tempat umum yang dapat diakses secara mudah seperti tempat olah raga, dan menyelenggarakan perlombaan khusus bagi kelompok-kelompok anak remaja. Pemerintah dalam hal ini kepolisian dapat mengawasi media sosial atau patroli cyber sebagai langkah antisipasi dan edukasi tidak semata-mata melakukan penindakan.
Sementara, media massa dan media sosial, memiliki peranan yang penting dalam mengedukasi anak remaja bahwa perilaku negatif tidak baik bagi masa depannya dan lingkungannya.
Media tidak ikut mem-blow up kejadian kriminal yang melibatkan anak remaja agar anak tidak merasa eksistensinya mendapat perhatian dari publik. Para netizen berlaku cerdas dalam menggunakan media sosial dengan tidak gampang meng-upload dan atau memberikan komentar bernada negatif terhadap terhadap anak remaja yang terlibat tindak kriminal.
Hal ini penting agar psikologis anak tidak timbul rasa sakit hati karena telah mendapatkan labelisasi negatif dari netizen. (SPnews/ FSE)