Warga Jombang Minta Kapolri Seriusi Buru Anak Kiyai

Jombang, suarapembaruan.news – Sekelompok remaja terpaksa menggelar aksi demo berdiri berjajar di tepi jalan yang dilalui mobil iring-iringan yang ditumpangi Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin di Jalan Raya DesaKayangan, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jatim, Sabtu(4/6/2022) siang.
Mereka meminta agar Wapres Kiai Ma’ruf mendorong Kapolri untuk segera memerintahkan Polda Jatim dan Polres Jombang untuksegera menangkap MSA, tersangka kasus pencabulan belasan santriwati di pondok yang dipimpin ayah MSA.
Salah satu aktivis antikekerasan seksual ini membentangkan poster di ruas Jalan Raya Desa Kayangan, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Sabtu (4/6) siang, tidak terlalu jauh dari Pondok Pesantren Tebuireng, tempat acara wakil presiden KH Ma’ruf Amin berlangsung. Aksi ini sengaja dilakukan karena mereka merasa kesal, sebab hingga lebih dari setengah tahun, pelaku pencabulan terhadap belasan santriwati di salah satu ponpes di Jombang itu tak kunjung ditangkap. Padahal, sudah sejak lama MSA ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Bahkan, karena tak kunjung bisa menangkap, sejak awal tahun 2022 lalu Polda Jatim juga telah menetapkan MSA sebagai buron. Ironisnya, hingga kini belum juga ada upaya apa pun dari aparat kepolisian.
Bersamaan dengan aksi para aktivis tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menghentikan perjalanannya menuju Pondok Pesantren Tebuireng di Ruas Jalan Raya Desa, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Namun berhentinya Ma’ruf bukan untuk menemui aktivis yang menggelar aksi, tetapi hanya untuk menyapa dan membagikan bantuan kepada warga.
“Kami sangat kecewa, pelaku pelecehan seksual belum juga ditangkap. Bahkan, beberapa waktu lalu dia sempatmau menggelar konser. Karena itu, melalui aksi ini kami berharap Pak Wapres turun tangan. Memerintahkan Kapolri untuk secepatnya menangkap pelaku yang mengaku kebal hukum itu,” ujar Abdurrohman.
Sementara itu melalui media sosial, tersangka MSA selalu membantah disebut buronan. Alasannya dia tidak pernah kabur dan setiap hari berada di dalam pesantren Sidiqiyah, tempatnya tinggal. MSA juga kerap mengumbar ancaman kepada polisi jika berani masuk ke pesantren dan menangkap dirinya.
Untuk membuktikan keberadaannya di Pesantren Sidiqiyah, Selasa lalu, MSA bahkan menggelar acara konser musik jazz di halaman pesantren sidiqiyah. Namun, polisi tak juga berani menangkap atau membubarkan acaranya, meski tak berizin.
Kasusnya
Kasus perkosaan atau pencabulan atas sejumlah santriwati dengan tersangka MSA, putra salah seorang kiai di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jatim, yang sempat terkatung-katung lebih dari setahun di Kepolisian, dalam waktu dekat akan segera disidangkan. Sekarang ini, berkas kasus tersebut sudah siap dan dinyatakan lengkap atau P-21, setelah bolak-balik dari penyidik Polda Jatim ke penuntut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
“Berkas sudah dinyatakan lengkap atau P21. Selanjutnya, kami akan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian untuk dilakukan penyerahan barang bukti dan tersangka pada tahap dua,” ujar Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Jatim, Fathur Rohman, di kantornya di Jalan Raya A Yani, Surabaya, dikonfirmasi, waktu itu. Fathur lebih lanjut mengatakan, bahwa pihaknya berharap barang bukti dan tersangka bisa secepatnya diserahkan penyidik ke penuntut umum (Kejati Jatim), sehingga perkara bisa segera disidangkan. Ia tidak menampik bahwa lamanya penanganan kasus perkosaan yang dialami sejumlah santriwati oleh penyidik Polres Jombang dan Polda Jatim lebih dari setahun itu menjadi sorotan banyak pihak di media sosial. Itu karena setelah MSA ditetapkan sebagai tersangka, di satu sisi sejumlah santriwati ikut menyatakan sebagai korban pencabulan MSA. Rata-rata mereka mengaku dalam kondisi tak bekutik dan akhinya pasrah karena dijanjikan akan dinikahi. Di sisi lain MSA gagal ditangkapuntuk dilimpahkan ke Kejaksaan.
Kabid Humas Polda Jatim waktu itu, tidak menampik, bahwa berkas tahap satu sudah rampung dan menuju proses tahap dua, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke Kejati Jatim. Berkas perkaranya sudah P21, tinggal tahap II ke JPU,” ujarnya. Menurut dia dalam waktu dekat, penyidik akan segera melakukan pelimpahan berkas kasus dugaan pencabulan itu tahap dua ke Kejati Jatim. “Benar. Proses tahap II, pelimpahan ke JPU dalam waktu dekat,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan, MSA sebagai anak seorang kiai yang memiliki Pondok Pesantren (Ponpes) di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang. MSA dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan anak di bawah umur pada 29 Oktober 2019. MSA menjadi tersangka berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bernomor B/175/XI/RES.124/2019/Satreskrim Polres Jombang tertanggal 12 November 2019.
Pada SPDP tersebut, MSA dijerat pelanggaran Pasal 285 atau Pasal 294 ayat 1 dan 2 ke 2e KUHP. Informasi yang dihimpun, dugaan pencabulan itu terjadi saat korban melamar menjadi karyawan klinik rumah sehat ponpes. Praktik asusila berlangsung saat proses interview (calon karyawan) saat itu terlapor MSA sebagai pimpinannya. Ketika penyidikan baru saja diawali polisi, sejumlah santriwati lainnya juga mengadukan hal yang sama ke polisi sebagai korban perkosaan MSA.
Semula kasus ini sudah diperiksa Pengadilan Negeri Surabaya atas permohonan MSA yang menolak dijerat status sebagai tersangka dengan alasan ia belum pernah dimintai keterangan polisi. Namun permohonan praperadilan itu ditolak hakim PN Surabaya.
Sesudah itu MSA kembali mengajukan permohonan yang sama ke PN Jombang, namun juga ditolak. Penyidik Satreskrim Polres Jombang kemudian melakukan pemanggilan pemeriksaan namun pengantaran surat polisi itu dihadang sejumlah santri pondok. Karena mengantisipasi terjadinya kesalah-pahaman, Polres Jombang nampaknya terkesan memilih mengalah setelah menetapkan MSA masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan. Sayangnya MSA tetap mengumbar sesumbar, bahwa ia tidakpernah kabur kemana-mana dan tetap diponpes. (SPnews/Aries Sudiono)