Masyarakat Menolak Produk Tembakau disejajarkan dengan Narkotika dan Psikotropika

YOGYAKARTA, suarapembaruan.news – Pemerintah berencana memasukkan sektor pertembakauan ke dalam pasal zat adiktif di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yakni Pasal 154 Ayat 3, yang mensejajarkan produk tembakau sebagai barang ilegal dengan narkotika dan psikotropika.
Dalam diskusi yang digelar di Sekolah Sungai Siluk Imogiri Bantul, Sabtu (29/04/2023), Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Daerah Istimewa Yogyakarta (FSP PD DIY RTMM-SPSI), Waljid Budi Lestarianto, menyebutkan pasal tersebut dinilai akan merugikan para pekerja di sektor pertembakauan karena produk tembakau tidak selayaknya disamakan dengan produk-produk ilegal tersebut.
Masyarakat pertembakauan meminta pemerintah untuk tidak mengubah pasal terkait zat adiktif tersebut.
“Tetap mengacu pada UU 36/2009 tentang Kesehatan, seperti termaktup dalam Pasal 113 Bagian Ke-17 mengenai Pengamanan Zat Adiktif yang berbunyi: “(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif,” ujarnya.
Dikatakan, RUU Kesehatan yang dirumuskan melalui metode omnibus law ini diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan. Aturan ini akan mencabut sembilan undang-undang, termasuk UU No 36/2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dalam perjalanannya, RUU ini dinilai sangat kotroversial dan menuai banyak kritik dan penolakan dari berbagai pihak.
Proses pembahasan RUU Kesehatan ini juga dinilai terburu-buru, dan pada bulan Februari 2023, RUU ini telah disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna dan pada awal bulan Maret 2023, DPR resmi mengirimkan draf RUU Kesehatan kepada pemerintah untuk dibahas bersama.
“Pemerintah dan DPR diharapkan dapat mendengarkan dan mengakomodir berbagai masukan dari sejumlah pemangku kepentingan pertembakauan di Indonesia. Hal ini dinilai krusial untuk menjadi jalan tengah agar regulasi pertembakauan di Indonesia tidak eksesif atau berlebihan, dan ujungnya mengancam tenaga kerja yang ada di dalamnya,” tegasnya.
Waljid Budi Lestarianto lebih lanjut meminta pemerintah dan DPR agar merumuskan regulasi yang sesuai dengan norma dan kondisi sosial di Indonesia. Regulasi ini juga harus melibatkan multipihak utamanya pemangku kepentingan terdampak agar diperoleh kesepahaman bersama untuk menghasilkan kebijakan yang partisipatif, inklusif, dan demokratis.
Pemangku kepentingan di sektor pertembakauan di Indonesia, dengan tegas menolak pasal zat adiktif yang menyamakan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika di RUU Kesehatan.
“Tidak selayaknya tembakau digolongkan bersama minuman beralkohol dan narkoba,” ucapnya
Bahkan para ulama di Indonesia juga sudah mengeluarkan pernyataan, karena tidak ada dasar yang kuat untuk mengharamkan rokok. (SPnews/FSE)